Oleh. Sammy J. Manopo
Tulisan ini mengambil setting Desa Manusi Makmur sebagai wilayah studi. Dengan menempatkan asumsi awal, bahwa adat bukanlah sesuatu yang statis tetapi dinamis. Tulisan ini mencoba meletakkan adat secara proporsional dalam berbagai pertanyaan penting dan juga daiam merespon tuntutan jaman.
Apa Itu Adat?
Adat merupakan hasil budaya atau akal dan pikiran manusia yang menyatu dengan lingkungannya. Adat menjadi alat kontrol sosial bagi manusia agar bertindak menurut ukuran nilai kolektif masyarakat. Dalam pengertian dan cakupannya, adat bisa dikatakan sebagai aturan, norma-norma, kebiasaan yang hidup dalam suatu masyarakat tertentu. Adalah kodrat, bahwa setiap masyarakat pasti memiliki hukumnya sendiri atau adatnya sendiri. Oleh karena itu masyarakat tanpa adat bukanlah masyarakat. Adat juga memberi arah dalam hubungan sosial baik ke dalam maupun ketika masuk dalam komunitas adat lain. Ada pepatah mengatakan, bahwa “dimana bumi kita berpijak, disitu pula langit dijunjung”. Artinya dimana kita berada, disitu pulalah kita menghormati dan menjunjung tinggi adat setempat.
Siapa Yang Menjalankan Adat Itu?
Di desa Manusi, adat telah dijalankan secara turun-temurun oleh masyarakat. Di dalamnya ada sekelompok orang yang dipercaya untuk membuat keputusan-keputusan adat yang disebut Totua. Namun meski diberi kewenangan menjalankan sistem pemerintahan adat dan membuat keputusan adat, mereka tidak pernah otoriter seperti penjajah dan sistem pemerintahan sentralistik Orde Baru. Pada jaman penjajahan, keputusan mutlak hanya ada pada Pemerintah Kolonial. Hal yang hampir mirip terjadi setelah berlakunya Undang-undang No. 5 Tahun 1974 dan Undang- undang No. 5 Tahun 1979. Kedua Undang-undang (UU) ini menjadi awal bangkrutnya sistem pemerintahan adat. Dampaknya masih terasa hingga kini.
Artikel ini termuat dalam buku Dari Desa Tentang Desa terbitan Perkumpulan Bantaya (Palu) dan Yayasan Kemala. Selengkapnya bisa dibaca di Adat Dalam Menjawab Perkembangan Jaman