Lompat ke konten
Perkumpulan Bantaya > Tesa ri Bantaya > Tutura > KONFLIK HUKUM DI KAWASAN HUTAN (KASUS ORANG PAKAVA)

KONFLIK HUKUM DI KAWASAN HUTAN (KASUS ORANG PAKAVA)

Mau koe kodi bulu siora, (Meskipun kecil gunung siora)
Ne nuepe kanja rede kadana, (Jangan kau peduli tubuhnya yang pendek))
Njisi ri vana, nalabu savana, (Meresap ke rimba, karamlah serimba)
Njisi ri lemba, nalabu salemba, (Meresap ke lembah, karamlah selembah)
Njumampipi vana menggasuvia. (Sekeliling rimba memberi penghormatan)

Alkisah. Seorang lelaki bertubuh pendek datang dari pegunungan. Dia bermaksud meminang seorang puteri bangsawan di Lembah Palu. Sang puteri bangsawan dan keluarganya tidak berkenan menerimanya. Akan tetapi ketika lelaki itu melantunkan syair di atas, maka dengan serta-merta sang puteri dan keluarganya menerima lelaki itu dengan penuh penghormatan. Dan, akhirnya lelaki tersebut kawin dengan sang puteri. Perkawinan ini, kemudian menghasilkan keturunan yang menjadi pemuka-pemuka masyarakat yang terkenal di lembah Palu. Syair dan kisah perkawinan lelaki dari pegunungan dengan puteri bangsawan di lembah Palu tersebut, datang dari masa silam.

Akan tetapi, syair dan kisah tersebut masih tetap melekat dalam ingatan beberapa orang tua di daerah Pakava dan lembah Palu. Lelaki bertubuh pendek yang menggubah syair legendaris tersebut, datang dari Bavoaya. Yaitu, sebuah kampung (boya) di wilayah Pakava. Sekarang ini, boya Bavoaya termasuk di dalam wilayah Desa Palintuma Kecamatan Marawola-Sulawesi Tengah. Kisah di atas, menunjukkan betapa pentingnya keberadaan Orang Pakava pada masa lalu. Akan tetapi, masa kejayaan itu telah lama berlalu. Kenyatan masa kini menunjukkan, bahwa keberadaan Orang Pakava tidak diperhitungkan sama sekali.

Oleh: Hedar Laujeng

Selengkapnya bisa dibaca DI SINI

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *