Lompat ke konten
Perkumpulan Bantaya > Tesa ri Bantaya > Tutura > Bayang-bayang Culturstelsel dan Domein Verklaring dalam Praktik Politik Agraria

Bayang-bayang Culturstelsel dan Domein Verklaring dalam Praktik Politik Agraria

oleh :
Hedar Laudjeng dan Arimbi HP

Pendahuluan

Usai Perang Diponegoro, Pemerintah Hindia Belanda dibelit kesulitan keuangan yang parah. Untuk mengatasinya, maka pemerintah Hindia Belanda melakukan eksploitasi secara besar-besaran melalui sistem perkebunan negara (cultuurstelsel) atau yang populer disebut sebagai sistem tanam paksa. Sistem ini mengharuskan petani untuk menanam jenis tenaman ekspor milik pemerintah seperti tebu, kopi, nila dan tembakau pada seperlima bagian dari luas tanah pertaniannya. Atau bekerja cuma-cuma pada perkebunan negara selama 66 hari dalam setahun. Sistem perkebunan negara ala cultuurstelsel yang diterapkan sejak tahun 1830 oleh Gubernur Jendral Van den Bosch membawa keuntungan besar di negeri Belanda. Sebaliknya bagi petani di Jawa sistem ini menghasilkan kemelaratan, karena waktu dan energi mereka habis terkuras untuk mengurus tanaman milik pemerintah secara cuma-cuma.

Keadaan diatas menimbulkan kritik dari kaum liberal, sehingga memaksa Pemerintah Hindia Belanda untuk mengurangi peran negara dan memperbesar peran swasta di sektor pertanian. Untuk itu pihak swasta yang memiliki modal didorong dan diberi peluang sebesar-besarnya agar mau menanam modalnya pada sektor perkebunan di Hindia Belanda. Akan tetapi para pemilik modal enggan menanamkan modalnya karena tidak ada perangkat hukum pada waktu itu yang menjamin keberhasilan usaha perkebunan besar. Khususnya hukum agraria dan perburuhan. Padahal tanah dan buruh adalah faktor yang sangat penting dalam usaha perkebunan besar.

Para pengusaha swasta tidak mungkin memanfaatkan kewenangan negara berdasarkan hukum publik untuk memperoleh tanah dan buruh di pedesaan, sebagaimana yang diterapkan dalam sistem cultuurstelsel sebelumnya. Mereka hanya dapat memperoleh tanah dan buruh dari pasar bebas dengan melalui kontrak privat semata. Dan hal ini hanya akan dapat dilakukan jika tanah dan buruh dilepaskan dari yurisdikasi hukum adat dan ditundukkan di bawah hukum Eropa (Wignyosubroto:1994).

Selengkapnya bisa dibaca di Bayang-bayang Culturstelsel dan Domein Verklaring dalam Praktik Politik Agraria

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *